Halo sob, hmm, untuk memperingati hari Bulan Bahasa maka kami mempersembahkan sebuah Cerpen yang murni bikinan seorang siswa di SAGATA, hehe. namanya Diki Arief Suseno, tapi kalo Sagata Boy pada manggil dia DikMan, hihi, dia nih emang cowo yang bisa dibilang paling sopan dan gemulai kalau di kelas, tapi dia bukan bencong loh :p, dia cowok tulen, cuma emang dianya sopan banget, haha. ya udah lah, langsung aja monggo di baca, kali aja ada yang mengalami kejadian yang sama, hihi.
Tentang Sebuah Rasa
Cinta. Begitulah namanya. Bila ia mendekap hati yang sendiri, maka ia akan menawarkan semerbak jutaan rasa yang indah kepada insan yang didekapnya. Tak ada lagi yang dapat menolak kehadiran cinta. Karena ia adalah anugrah dari Sang Maha Cinta, tak tersurat namun ia tersirat.
Sejak itu, aku merasakan kehadirannya. Kehadiran sesosok malaikat cinta yang mengetuk pintu hatiku ketika kesendirian menyapa. Hadirnya begitu menghangatkan. Tak ada kata-kata yang dapat kuucap, bibir tak mampu lagi bergetar. Aku sangat beruntung bertemu dengannya. Ia mampu membuatku tersenyum dari kesedihanku akan masa laluku. Walau aku tak kuasa tuk berbicara dengannya, namun hanya dengan memandangnya sudah membuatku bahagia.
***
Dalam malam ini, aku goreskan tinta kehidupanku dalam lembaran-lembaran kertas putih. Mengisahkan akan perasaanku yang selama ini hanya terpendam dalam hati. Di bawah sinar rembulan dan tahtaan bintang. Iringan lantunan ayat-ayat suci-Nya menemaniku dalam kesendirian yang tiada bertepi. Kuakui bahwa memang aku bukanlah akhwat yang kuat. Hati ini begitu mudah untuk digoyangkan akan sebuah perasaan yang masih tergantung ini. Dia memang ikhwan yang baik, ramah, sopan, dan lembut. Tak salah bila banyak akhwat yang menyukai sosok dirinya itu.
Aku kembali teringat, Saat aku pertama kali bertemu dengannya. Di situlah aku merasa hari baru telah menyapaku. Tak pernah sebelumnya kutemui ikhwan sepertinya. Di sebuah rapat organisasi sekolah kubertemu dengannya. Sungguh kusambut anuggrah dari-Nya ini dengan rasa syukur.
Namun, tak selamanya perjalanan kisahku ini berjalan mulus. Sepertinya banyak bidadari-bidadari yang mengagumi sosoknya. Terbukti saat rapat itu berlangsung banyak akhwat yang dari kelas X sejenak memandang dirinya, termasuk aku. Tak dapat lagi aku lukiskan bagaimana perasaanku saat itu. Tapi, aku harus menerimanya. Biar bagaimanapun aku belumlah ada ikatan sama sekali dengannya.
Ya Allah, tak mengerti lagi diri ini akan seuntai perasaan kepadanya. Dia begitu baik, ramah, sopan, dan lembut. Ikhwan yang menjadi dambaan sebagai pemimpin. Bila hamba jatuh cinta kepadanya, jangan biarkan cintanya itu mengalahkan cintaku kepada-Mu.
Sejenak lagi kuteringat. Sebuah moment yang behagia, tapi juga menyayat jiwa. Usai rapat, aku lupa akan sesuatu. Entah apa itu. Sepertinya ia tertinggal di ruang rapat tadi. Ketika aku ingin mengambil sesuatu yang tertinggal itu, tak disangka sekujur tangan itu memberikan apa yang ingin aku cari. Aku tak menyangka kalau dia yang mengulurkan tangan di hadapanku tadi. Kusambut dengan senyuman dan ucapan terima kasih, dan ia membalas. Ternyata buku catatan matematikaku yang tertinggal tadi.
“Suka matematika ya?” Tanyanya sekedar basa-basi.
“Iya kak,” jawabku tersipu malu.
Tiba-tiba…
“Kakak Andra…” sahut seorang akhwat mengenakan jilbab ungu dengan manja.
Mendengar nada yang teralun dari akhwat itu membuat hatiku seolah diterpa badai. Rasa cemburu itu langsung memeluk hatiku erat. Apalagi akhwat itu adalah teman sekelasku, Laura. Kenyataan itu harus kutelan meski terasa pahit.
Laura memanglah akhwat yang baik, pandai bergaul, dan pintar. Dan aku sudah mengira bahwa ia akan memancarkan cahaya cinta kepada kak Andra. Aku bukanlah dirinya yang bisa membiasakan diri kepada cinta. Aku terlalu bisu akan bahasa cinta, sangat kaku.
***
Dari buah hasil rapat, akhirnya kegiatan yang akan dilakukan adalah Baksos, yang bertempatan di sekolah. Hampir setiap waktu ketika kegiatan Baksos berlangsung kuperhatikan gerak geriknya. Kemudian tanpa kusadari bibir ini tersenyum. Tak lagi terlintas dalam benakku apa kata teman-teman dan kakak-kakak kelasku bila mereka melihatku seperti itu. Mungkin bila mereka melihat, aku sudah dibilang gila. Ya, memang gila. Gila karena cinta. Hehehe, astagfirullah… Na’udzubillahi mindzalik!
Karena sangking seringnya kuperhatikan dirinya, aku jadi lupa untuk menahan pandangan ini. Dan aku pun tertangkap basah oleh kakak kelasku yang juga merupakan teman sekelas kak Andra, kak Aini. Aku tak bisa mengelak ketika ia menanyaiku akan perasaanku terhadap teman sekelasnya itu. Akhirnya kuakui semua yang ada di dalam hatiku.
“Oh, jadi kamu suka sejak awal rapat itu ya?”
Aku tersenyum dan sedikit mengangguk.
“Dia memang baik dek, ramah, sopan, pintar, lembut, dan insya Allah soleh. Memang nggak salah kalau kamu suka sama dia, kayak teman-teman akhwatmu yang lainnya juga. Tapi, kamu juga harus nge-rem akan tindakanmu tadi. Ingat, belum halal loh. Serahkan aja semua kepada Sang Maha Cinta,” jelas kak Aini.
Kata-kata yang terucap dari kak Aini membangunkanku dalam sebuah dosa yang tanpa kusadari itu adalah dosa. Ya Allah, ampuni hamba yang begitu lemah ini. Terlena dalam fatamorgana dunia. Ingatkanlah selalu diri ini kepada-Mu.
Di detik-detik menuju akhir dari kegiatan Baksos ini kugoreskan di secarik kertas putih akan luapan perasaanku.
HatikuPuisi ini kubuatUntuk hatiku dalam rasa yang tertinggalHanya kata-katanya yang selaluTerucap dalam setiap cintaPuisi ini kubuatHanya untuk sang malamDekapan hitamnya merajutMemar-memar di mimpiPuisi ini kubuatUntuk menyatukan dua hatiDalam satu kemahaan-NyaWalau jenuh melangkah-langkah di sisikuAku tetap menunggu…Akan kehadiranmu, cinta…
***
Kucoba untuk menerima kenyataan yang ada. Bukan hanya diriku, tetapi juga ada mereka. Mungkin aku tak pantas untuknya, dan dia bukanlah untuk diriku. Sepertinya, Lauralahlah yang akan menyandang status dengannya. Karena hampir selama kegiatan maupun rapat ia tak jenuh mencoba mencuri perhatiaan kak Andra.
Kututup perjalananku tentang sebuah rasa ini. Berharap akan ada keajaiban dari Sang Maha Cinta, entah itu sekarang ataupun nanti. Dia-lah yang mengatur skenario kehidupan ini. Aku telah letih mengukir kata demi kata di hatiku ini.
***
“Ndra… kau mau ke mana?” Tanya seorang ikhwan di belakangnya.
“Mau pulang. Kan kegiatannya sudah selesai.”
“Kau nggak nungguin si Laura kah?” Canda ikhwan tersebut.
“Buat kamu aja.” Langkah kakinya langsung bergegas meninggalkan temannya itu. Namun, sekejap ia berhenti sejenak. Ia tundukkan kepalanya ke arah pijakan kakinya. Ada secarik kertas yang terinjak. Diambilnya kertas itu, dan ia pun membacanya. Ternyata di dalam secarik kertas tersebut terukir puisi yang berjudul Hatiku.
Gimana ???, terlalu panjang kah atau terlalu pendek ? hmm, mungkin pas lah untuk ukuran cerpen, namanya juga cerpen aka Cerita Pendek, bukan Cerita Dewasa, cerita Panjang :p, hhii, mungkin ini adalah post pertama kami, silahkan terus kunjungi Sagata Fams, dan temukan berbagai info mengenai sastra dan mungkin info info lainnya, ^^
0 komentar:
Posting Komentar